Komisi III Sesalkan Pemberian Grasi Corby
Rabu, 23 Mei 2012, 10:28 WIB
Antara

warga Australia terpidana 20 tahun penjara atas kasus narkotika, Schapelle Corby (kanan) di Lapas Kerobokan, Denpasar, Bali
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Wakil Ketua Komisi III DPR, Nasir
Djamil menyesalkan pemberian grasi berupa potongan lima tahun penjara
untuk Schapelle Corby, terpidana kasus ganja yang dihukum di pengadilan
Bali. Ini mengingat ada ketidakjelasan alasan yang dijadikan
pertimbangan pemberian grasi.
Ketidakjelasan ini terlihat dari penjelasan menkumham, Amir Syamsuddin yang mengatakan sampai saat ini pihak Australia belum menjanjikan apa-apa terkait kompensansi hukuman Corby.
Padahal, alasan pemberian grasi karena ada harapan akan dibalas oleh pihak Australia untuk memberikan keringanan hukuman pada warga negara Indonesia yang ditahan di Australia secara timbal balik.
''Ini bagaimana? Belum ada kejelasan kompensasi hukuman kok sudah diputuskan? Harusnya sudah ada komunikasi intensif dengan pihak Australia. Sehingga memang keinginan adanya timbal balik memang benar-benar akan terjadi,'' katanya, Rabu (23/5).
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu mengaku khawatir pemerintah Australia akan mengabaikan kerja sama ini. Artinya, pemberian grasi Corby menjadi tak berguna. Meskipun diakuinya karena sudah diberikan, keputusan itu tetap dihormati.
Ia pun menyampaikan harapan agar pemerintah Australia dapat memenuhi janji tersebut. Yaitu dengan membebaskan tahanannya yang merupakan warga negara Indonesia.
''Ke depan, seharusnya pemerintah tidak begitu saja mengeluarkan grasi untuk terpidana WN Asing, tanpa ada kejelasan kompensasi dari asal negaranya,'' pungkas Nasir.
Ketidakjelasan ini terlihat dari penjelasan menkumham, Amir Syamsuddin yang mengatakan sampai saat ini pihak Australia belum menjanjikan apa-apa terkait kompensansi hukuman Corby.
Padahal, alasan pemberian grasi karena ada harapan akan dibalas oleh pihak Australia untuk memberikan keringanan hukuman pada warga negara Indonesia yang ditahan di Australia secara timbal balik.
''Ini bagaimana? Belum ada kejelasan kompensasi hukuman kok sudah diputuskan? Harusnya sudah ada komunikasi intensif dengan pihak Australia. Sehingga memang keinginan adanya timbal balik memang benar-benar akan terjadi,'' katanya, Rabu (23/5).
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu mengaku khawatir pemerintah Australia akan mengabaikan kerja sama ini. Artinya, pemberian grasi Corby menjadi tak berguna. Meskipun diakuinya karena sudah diberikan, keputusan itu tetap dihormati.
Ia pun menyampaikan harapan agar pemerintah Australia dapat memenuhi janji tersebut. Yaitu dengan membebaskan tahanannya yang merupakan warga negara Indonesia.
''Ke depan, seharusnya pemerintah tidak begitu saja mengeluarkan grasi untuk terpidana WN Asing, tanpa ada kejelasan kompensasi dari asal negaranya,'' pungkas Nasir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar